Oleh : Ridwan Kamil
Baca sebelumnya: Kiat Memimpin di Era Digital & Generasi Milenial Ala Ridwan Kamil (Bagian1).
Pemimpin hari ini diharapkan memiliki kedekatan emosional dengan rakyat. Untuk budaya timur yang menghargai silaturahim, kehadiran emosional pemimpin sangatlah diapresiasi.
Namun kedekatan di era milenial tidaklah harus secara fisikal namun bisa secara digital. Jauh tapi dekat.
Secara fisikal, terinspirasi teladan Umar bin Khatab, di Bandung dibangun tradisi, pemimpin dari wali kota sampai camat lurah untuk rutin bersilaturahmi mingguan.
Setiap minggu kami membawa makan malam untuk keluarga miskin kota. Camat dan lurah diwajibkan salat Jumat di tiap masjid berbeda dan malam minggu menonton layar tancep bersama warga.
Gaya memimpin Ridwan Kamil di zaman digital |
Setiap minggu kami membawa makan malam untuk keluarga miskin kota. Camat dan lurah diwajibkan salat Jumat di tiap masjid berbeda dan malam minggu menonton layar tancep bersama warga.
Kami juga rutin menjadi pembina upacara tiap Senin pagi di sekolah-sekolah, membentengi moral para pelajar dengan nasehat dan tatap muka.
Di era milenial ini, warga di Bandung bisa melapor, mengeluh, dan memberi nilai rapor kinerja birokrasi melalui telepon genggamnya.
Hari ini wali kota, camat, dan lurah di Kota Bandung memiliki akun media sosial untuk menjawab pertanyaan warga, mem-posting agenda kerja, merespon keluhan harian, dan mengedukasi warga.
Setiap hari minimal ada 200-an berita harian ter-posting di semua akun digital unit kerja pemerintah Kota Bandung. Ujung dari semua ini adalah lahirnya aspek termahal dalam politik yaitu trust atau rasa percaya dari warga kepada pemerintah.
Di era milenial ini, media sosial adalah alun-alun publik digital. Caci-maki dan puja-puji datang silih berganti dalam hitungan detik.
Di Bandung, masyarakat membuat forum Facebook "Ridwan Kamil Watch" (RKW), isinya adalah kritikan dan masukan, namun tidak sedikit caci-maki. Susah dibedakan mana komen orisinil mana pesanan. Semua serba mungkin.
Karenanya pemimpin era milenial harus paham bahwa konstituennya hari ini rata-rata 'digital native' alias serba digital.
Para pemimpin jadul gagap teknologi yang merupakan 'digitial migrant' harus cepat beradaptasi. Siapa yang masih tertatih dengan dunia teknologi dan komunikasi menjadi kurang relevan dan akan ditinggal konstituen.
Politik di era milenial juga sarat dengan ekstrimintas. Media sosial juga sering digunakan untuk menyerang lawan politik dengan kasar. Menista pemimpin dengan bersembunyi di akun anonim adalah hal lazim.
Siap-siap disuruh mirip Erdogan. Siap-siap diadukonteskan antar-sesama pemimpin, seolah kompetisi putri kecantikan. Siap-siap dimaki dengan kutipan judul berita online. Bahkan hari ini lahir istilah buzzer politik sebagai akun promosi politik. Ada yang orisinil, ada yang berbayar.
Jika hanya mempromosikan visi dan rekam jejak jagoannya tidaklah masalah. Namun hari ini, akun buzzer politik bisa berpola negatif. Tugasnya secara profesional dan konsisten merendahkan dan menistakan lawan politik.
Saking rutin dan ekstrimnya ada yang menyebut sebagai teroris sosmed. Sebuah dampak negatif era digital yang harus dilawan.
Namun jika menguasai komunikasi politik via media sosial, pemimpin hari ini diuntungkan dengan peluang kesetaraan informasi.
Berita buruk dari media umum bisa dijawab dengan postingan tandingan. Fitnah satu arah bisa diklarifikasi dengan postingan bantahan. Teroris sosmed bisa didebat langsung.
Dengan pola serba cepat dan transparan ini, pemimpin era milenial harus bersiap dengan resiko persepsi. Kinerja terberitakan disebut pencitraan. Tidak terberitakan disebut tidak ada kinerja.
###
Namun kepemimpinan yang disukai hari ini tetaplah kepemimpinan yang menyentuh hati rakyat.
Kepemimpinan yang memotivasi bukan memaki. Kepemimpinan yang menggerakkan bukan memerintahkan. Kepemimpinan yang merangkul bukan memukul. Kepemimpinan yang turun tangan bukan tunjuk tangan.
Kepemimpinan yang terbaik adalah kepemimpinan dengan keteladanan. The best leadership is leadership by example.
Setiap kita adalah pemimpin. Ada yang hanya memimpin dirinya sendiri. Ada yang memimpin keluarga dan ada yang berkesempatan memimpin masyarakat.
Secara sederhana, tugas pemimpin masyarakat hanyalah dua: dengan ideologi menggerakkan masyarakat dan dengan inovasi menghadirkan perubahan.
Mari menjadi pemimpin yang tidak pernah lelah untuk mencintai Indonesia. Mari jadi pemimpin yang relevan pada jamannya.
Source: Facebook Ridwan Kamil. Sebelumnya dipublish oleh Kompas.